Oleh Yusuf Susanto.
Anggota Bidang Organisasi PC IMM Magelang
Mahasiswa Fakultas Hukum
Univ Muhammadiyah Magelang
Semua orang menyadari bahwa manusia adalah makhluq rasional, daripada makhuq ciptaan Allah yang lain. Manusia diberi akal, jasad, dan hati (Qolbu dalam bahasa Arab) yang kesemuanya memiliki fungsi dan peran masing-masing. Berabad-abad yang lalu, Allah telah memberikan informasinya dalam Al Quran yang diturunkan kepada umat ini. Bahwa manusia diciptakan dalam bentuk yang sempurna,
Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya . (At Tien : 4).
Kesempurnaan manusia dapat diukur dari ketiga potensi yang telah Allah berikan yaitu akal, jasad, dan hati. Tetapi entah mengapa, manusia akan di tempatkan di tempat yang paling rendah. Ternyata bagi mereka yang tidak mau beriman kepada Allah dan beramal salih.
Proses berfikir adalah merdeka, Prof. Musa Asyari dalam bukunya Filsafat Islam sunnah nabi dalam berfikir, beliau mengatakan bahwa kebebasan berfikir adalah mutlak milik setiap orang. Meskipun orang tersebut dalam kondisi yang mapan maupun dalam kondisi terhimpit, pastilah proses berfikir selalu berjalan. Umat muslim mengakui bahwa berfikir kritis adalah keharusan, berfikir kritis terhadap lingkungan, terhadap pemerintahan yang dholim, yang terpenting dari kesemuanya itu adalah berfikir kritis terhadap ayat-ayat ciptaan Allah yang terhampar luas di alam ini.
Sayangnya potensi berfikir ini sangat kurang diminati di kalangan kita (mahasiswa), banyak yang beranggapan bahwa untuk "berpikir secara kritis", seseorang perlu memegang kepala dengan kedua telapak tangannya, dan menyendiri di sebuah ruangan yang sunyi, jauh dari keramaian dan segala urusan yang ada. Sungguh, mereka telah menganggap " berpikir secara kritis " sebagai sesuatu yang memberatkan dan menyusahkan. Mereka berkesimpulan bahwa pekerjaan ini hanyalah untuk kalangan "filosof". Allah mewajibkan manusia untuk berpikir secara kritis dan merenung. Allah berfirman bahwa Al-Qur'an diturunkan kepada manusia untuk dipikirkan dan direnungkan:
Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah supaya mereka memperhatikan (merenungkan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran" (QS. Shaad, 38: 29).
Yang ditekankan di sini adalah, bahwa setiap orang hendaknya berusaha secara ikhlas sekuat tenaga, dalam meningkatkan kemampuan dan kedalaman berpikir. Orang-orang yang tidak mau berusaha untuk berpikir mendalam, akan terus-menerus hidup dalam kelalaian yang sangat hampa. Kata kelalaian mengandung arti "ketidak pedulian (tetapi bukan melupakan), meninggalkan, dalam kekeliruan, tidak menghiraukan, dalam kecerobohan". Kelalaian manusia yang tidak mau berfikir, adalah akibat melupakan atau secara sengaja tidak menghiraukan tujuan penciptaan diri mereka serta kebenaran ajaran agama. Ini adalah jalan hidup yang sangat berbahaya. Berkenaan dengan hal tersebut, Allah memperingatkan manusia agar tidak termasuk dalam golongan orang-orang yang lalai:
“Dan sebutlah (nama) Tuhanmu dalam hatimu dengan merendahkan diri dan rasa takut, dan dengan tidak mengeraskan suara, di waktu pagi dan petang, dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang lalai." (QS. Al-A'raaf, 7: 205)
“Dan berilah mereka peringatan tentang hari penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputus. Dan mereka dalam kelalaian dan mereka tidak (pula) beriman." (QS. Maryam, 19: 39)
Berfikir kritis bukanlah mencari kesalahan orang lain, bukan mencari kelemahan orang lain, tetapi berfikir kritis adalah mencari persoalan dan dapat menghadirkan solusi. Bukankah Islam sudah menawarkan konsep ijtihad, ijtihad adalah tawaran Islam dalam mencari solusi atas persoalan.
Menurur Al Ghazali yang dikutip oleh Abdullah Syahab bahwa ijtihad adalah "mencurahkan segenap kemampuan dalam melakukan sebuah perbuatan mencurahkan segenap kemampuannya dalam mencari ilmu tentang hukum-hukum syariat." Beliau juga menambahkan makna ijtihad menurut Al Dahlawi "Hakikat ijtihad adalah mencurahkan kemampuan untuk mengetahui hukum-hukum syariat dari dalil-dalilnya yang terperinci, yang secara global kembali keempat macam dalil yaitu Kitab, Sunnah, Ijma' dan Qiyas. Dengan munculnya persoalan ummat yang tidak tercantum dalam penjelasan Al Quran maupun Sunnah, maka harus ada upaya kesunguhan ummat Islam dalam mencari solusi sehingga yang akan berbicara adalah hukum syariat yaitu dari hasil ijtihad.
Inilah konsep yang sudah sekian lama dilaksanakan oleh ulama islam, mereka mencontohkan agar umat islam terus berfikir, dan menggali segala ciptaan Allah yang belum tersibak. Seperti ungkapan Muhammad Abduh bahwa pintu ijtihad masih terbuka. Maka jangan mau seorang muslim dikatakan bodoh, berfikir kritislah terhadap permasalah umat, tidak hanya menyalahkan dan mencari kekurangan kelompok lain.
Wallahu a' lam
0 Responses to “Jangan Mau Dikatakan Bodoh”:
Posting Komentar