Metallic Text Generator at TextSpace.net

Dibawah Bendera Gerakan Mahasiswa

Kakanda M. Zuhron Arofi, S.Pd.I Sekarang sedang menyelesaikan studi S2 di UMY I have a dream, sebuah kata yang diucapkan oleh Martin Leuther King pada tanggal 28 Agustus 1963. Tepatnya di Washington DC. Leuther King memang tidak sedang bermimpi dia berteriak dan terjun langsung menjadi parlemen jalanan bersama 200 ribu masa kulit hitam Amerika yang menginginkan perubahan. Konflik atas rasis yang mendiskriminasikan warga kulit hitam yang berujung pada sikap ketidak adilan, menuntut terpanggilnya masyarakat kulit hitam yang merasa tertindas oleh ketidak adilah untuk memperjuangkan haknya. Teriakan perubahan yang digaungkan oleh Leuther King seolah menjadi corong awal bagi bangkitnya sebuah rasa keadialan dan kesetaraan. Adalah sebuah keterwakilan yang kemudian menjadi pemicu pendorong perubahan sejarah baru dalam tata kehidupan masyarakat. Babak baru kehidupan akan dimulai dengan pengharapan yang tinggi atas tercapainya tatanan masyarakat baru. Inilah yang biasa disebut dengan transisi sosial, sebuah transisi dimana hampir diseluruh belahan bumi pernah terjadi. Yang perlu kita sadari bahwa setiap perubahan sosial ada faktor-faktor penting yang bertengger di dalamnya. Menurut DR Ausaf Ali, seorang perintis sain-sain Islam, faktor-faktor tersebut meliputi: (1). munculnya kritik terhadap realitas dan praktek sosial yang ada, yang dilakukan oleh mereka yang cenderung terhadap tatanan baru. (2). adanya paradigma baru nilai-nilai, norma dan sistem penjelas yang berbeda dan (3) partisipasi sosial yang dipilih oleh mereka yang cenderung dengan tatanan baru tersebut dalam mentransformasikan masyarakatnya. Sejarah negri ini telah mencatat dengan tinta emas dan dengan semangat perjuangan yang cemerlang menorehkan kejujuran dan kemurnian dari sebuah gerakan yang mampu menumbangkan sebuah rezim otoriter. Meski perlu kita sadari bahwa setiap arus perubahan tidak mesti akan berjalan sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Ada hal yang terjadi yang diluar perkiraan sebelunya, dan ini adalah sebuah realitas yang harus kita terima. Dari waktu ke waktu sebuah generasi muncul hilang berganti dan menapaki sebuah peradaban baru untuk sebuah pencerahan dan kemandirian sebuah generasi. Semuanya dicirikan dengan aksentuasi gerakan yang riel dengan ditopang sebuah konsep besar yang berpayung pada perubahan demi terwujudnya tatanan baru yang ideal. Signifikansi peran mahasiswa sebagai aktor intelektual dan sekaligus bergerak riel menjadi parlemen jalanan adalah bukti nyata yang bisa kita rasakan. Sebut saja beberapa peristiwa penting yang terjadi di negeri ini, dari mulai gerakan kampus tahun 66, peristiwa malari ataupun gerakan mahasiswa 98, semua dimotori oleh mahasiswa sebagai agent of change. Sejarah memang telah berlalu, hanyut bersama arus perubahan yang bergulir, tetapi sejarah tidak pernah sirna dari catatan dan sejarah merupakan pijakan yang harus digunakan untuk mencapai perubahan dimasa berikutnya Metamorfosis Saya jadi teringat dengan sebuah obrolan yang saya lakukan dengan teman-teman satu kost, duduk santai di angkringan ditemani dengan segelas minuman hangat susu jae dan nasi kucing. Dalam obrolan itu kita membahas tentang diskursus masyarakat idealita dan masyarakat realita ( sejarah ). Masyarakat idealita adalah sebuah tatanan masyarakat ideal yang termaktub dalam kitab suci atau pada tataran konsep yang dimiliki oleh gerakan dan ideologi besar dunia. Sebut saja masyarakat sosialis yang memimpikan sebuah tatanan masyarakat berasas keadilan, kesamaan derajad, kepemilikan bersama serta terhapusnya kelas sosial dalam masyarakat. Atau dalam dunia muslim disebut sebagai masyarakat madani dengan tonggak awalnya adalah revolusi negara madinah. Semua itu telah terdokumentasi dengan baik dan menjadi reverensi bagi masyarakat modern untuk mewujudkannya. Sedangkan masyarakat realita adalah masyarakat yang secara nyata kita hadapi, yang terkadang kita mendapati jauh dari harapan masyarakat idealita. Bahkan Samuel Huntington dalam tesisnya yang cukup controversial The Class of Civilization ( 1993 ) mengemukakan bahwa akan terjadi benturan antar peradaban, benturan ini tidak lagi pada persoalan politik ekonomi dan ideologi, melainkan lebih pada konflik SARA ( suku, agama, ras dan antar golongan ) lebih detail lagi Kenichi Ohmae menjelaskan bahwa benturan itu terjadi tidak hanya antar peradaban, bahkan dalam peradaban yang samapun bisa terjadi konflik. Dan bukti nyatanya telah kita rasakan bersama. Jika realitas adalah demikian apakah masyarakat baru akan terwujud..? Hal pertama yang harus kita sadari adalah bahwa disinilah letak peran dan fungsi mahasiswa sebagai kaum intelektual yang secara sadar berdiri diantara komponen yang bersejajar dengan masyarakat lain, untuk mendorong sekaligus menggawangi tercapainya masyarakat ideal. Kaum intelektual dalam perspektif Howard M Fredisphel adalah mereka yang suka terhadap dinamika dan perkembangan masyarakat dan sekaligus terjun langsung untuk memberikan nilai-nilai ketauladan, kaum intelektual bukanlah mereka yang hanya berkutat dan asyik dalam pengembaraan wacana, bukan pula manusia langit yang tak pernah mau turun ke bumi. Maka dari itu gerakan intelektual harus mampu menelorkan konsep dan gagasan yang logis yang bisa diterima oleh masyarakat majemuk disinilah letak aksentuasi gerakan intelektual dari masyarakat mahasiswa yang sesungguhnya. Menurut hemat saya gerakan mahasiswa mempunyai dua tipe yang mencirikan, pertama adalah gerakan intelektual, seperti yang telah dikemukakan di atas dan yang kedua adalah gerakan masa. Dua tipe gerakan ini adalah dua sisi yang saling berkaitan. Ibarat seekor burung kalau ia mau terbang bebas tanpa batas maka dia harus mempunyai dua sayap yang menopangnya. Dua sisi antara gerakan intelektual dan gerakan masa harus berjalan beriringan. Sebab jika tidak maka dia akan berjalan dengan pincang dan sulit menemukan keseimbangan. Adalah sebuah keharusan jika kedua basis ini digunakan sebagai alat untuk bermetamorfosis menuju kemandirian. Kemandirian merupakan pilihan sikap strategis untuk sebuah gerakan perubahan. Kemandirian juga merupakan sikap inti yang diambil tanpa pengaruh unsur-unsur yang menjadi pola parsial suatu gerakan perubahan. Meskipun demikian kemandirian bukanlah sikap yang acuh dan anti terhadap golongan lain, bukan pula sebuah sikap singgle fighter dalam mewujudkan proses transisi. Karena tidak mungkin kita akan berdiri tanpa kekuatan lain yang memback upnya. Oleh karena itu mahasiswa harus membangun kerja sistemik berbasis masyarakat berjejaring untuk menghimpun kekuatan dan mendorong proses transisi menuju kemandirian.

1 Response to “Dibawah Bendera Gerakan Mahasiswa”:

  1. Anonim says:

    assalamualakum,,, asaudaraku seperjuangan ..
    yah memang ... sengungguhnya mahasiswa punya idealisme yang jelas... sehingga bisa benar-benar memperjuangkan kepentigan umum..
    tetapi nih yah.. sekarang mahasiswa pada punya pikiran yang kagak jelas... kesana sini cuma K3 (kos, Kantin, Kampus) ya kapan bisa kritis, apa lagi bisa memperjuangkan masyarakat umum... kalau selama ini mahasiswa masih punya pikiran keduniaan. (hidonism)
    nuhuunn...
    perjuangan belum selesai temen-temen IMM.... teruskan perjuang kamu