Metallic Text Generator at TextSpace.net

Metode lebih penting dari materi

Dunia terus bergerak maju, globalisasi memungkinkan semua komponen masyarakat dunia menatap masa depan. Nagara-negara maju terus melaju, sedangkan negara-negara berkembang lainnya terus bergerak menjadi negara industri baru. Mereka berlomba dan berpacu mewujudkan kemajuan untuk kejayaan bangsa serta kesejahteraan rakyatnya.

Ditengah tantangan globalisasi yang mengarungi segala aspek kehidupan manusia, umat Islam cenderung terjebak pada persoalan internalnya sendiri. Sering dijumpai, bentuk-bentuk ritual keagamaan yang sangat disanjung-sanjung, munculnya pemahaman irasional (mistis), dan bahkan keyakinan keagamaan yang fanatik secara berlebihan, sehingga umat Islam hanya disibukkan dengan perbedaan mazhab atau aliran dan lupa ajaran Tauhid yang murni dari nabinya.

Ironis lagi, di tengah-tengah umat Islam saat ini sangat nampak jelas bentuk-bentuk ketidak adilan, penindasan, kekerasan, dan kemiskinan. Hal tersebut terbukti dari analisis Bank Dunia tentang kemiskinan, jumlah penduduk super miskin di dunia sekitar 1,1 miliar, menurun dari sebelumnya (1981) yang berjumlah 1,5 miliar. Sedangkan dari data resmi pemerintah, penduduk super miskin di Indonesia sekurang-kurangnya berjumlah 45,9 Juta orang atau 20,6 persen (Fuad Bawazir, (2007) Super Miskin. Republika Nomor: 097). Melihat prosentase kemiskina yang di tulis oleh Fuad bawazir, maka hampir seper empat persen kemiskina terjadi di Indonesia. Padahal tidak bisa dipungkiri bahwa mayoritas penduk Indonesia adalah umat Islam.

Sesungguhnya Islam sudah menawarkan solusi dalam mengatasi ketidak adilan sosial, kemiskinan, dan bahkan bentuk-bentuk perbudakan. Terbukti bahwa Al-Quran menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan dan kebersamaan, sungguhpun umat Islam terlibat sebagai subjek atau objek dalam persoalan tersebut: Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Ayat ini mengisyaratkan betapa pentingnya keadilan dan betapa perlunya jiwa besar dalam mewujudkan keadilan itu. Tidak dibenarkan rasa keadilan dikorbankan demi kepentingan subjektivitas.

Sering dijumpai ada orang yang taat melaksanakan ibadah seperti shalat dan puasa, tapi orang tersebut ternyata juga biasa menyakiti hati orang lain, baik melalui ucapan maupun perbuatannya. Lebih para lagi, kalau orang tersebut memiliki wewenang dan kedudukan tertentu. Sekalipun mungkin ia biasa menjalankan ibadah-ibadah ritual bahkan sudah beribadah haji, namun dalam tindakannya banyak hal-hal yang bertolak belakang dengan tuntutan agama. Sekarang ini dapat disaksikan beberapa orang dari kalangan penguasa, pejabat dan pengusaha, yang secara pribadi mungkin mereka tampak sangat religius, tapi ternyata melakukan perbuatan tidak terpuji, seperti penipuan terhadap publik, terlibat korupsi, dan penyalahgunaan kekuasaan demi kepentingan pribadi.

Dalam persoalan ini, dapat dilihat adanya kesenjangan antara keyakinan seseorang (Tauhid) dan perilakunya dalam menjalani kehidupan. Padahal keyakinan seseorang (Tauhid) adalah masalah yang paling kunci. Tauhid yang jernih dan benar akan melahirkan kehidupan yang bersih, seimbang dan adil serta rohmatan lil ‘alamiin. Sebaliknya bila Tauhid terkena polusi syirik, kehidupan umat Islam akan mengalami degredasi dan degenerasi dalam segala bidang. Namun jangan dilupakan bahwa Tauhid juga menuntut ditegakkannya keadilan sosial, karena dilihat dari kacamata Tauhid setiap gejala eksploitasi manusia atas manusia merupakan pengingkaran terhadap persamaan derajat manusia didepan Allah. Secara demikian jurang yang menganga lebar antara lapisan kaya dengan lapisan miskin yang selalu disertai dengan kehidupan yang eksploitatif merupakan fenomena yang tidak Tauhid, bahkan anti Tauhid.

Persoalannya, bagaimana umat Islam bisa menempatkan ketauhidan ini sebagai dasar dalam menyemangati kehidupan sehingga bukan hanya kesalehan individu yang diharapkan dapat terwujud, tetapi kesalihan dan ketaqwaan sosial dapat terwujud juga. Dengan harapan nantinya dapat menekan angka kemiskinan, perbudakan, bahkan kekerasan.

Penulis melihat bahwa fenomena masyarakat Islam justru semakin hari semakin jauh dari nilai-nilai Tauhid, padahal sejarah telah membuktikan bahwa Tauhid mampu menjadi senjata yang hebat dalam menancapkan pilar-pilar kesejarahan Islam. Hal ini terbukti ketika nabi Muhammad saw memberikan pelajaran tauhid kepada para sahabatnya selama 13 tahun, nabi Muhammad saw beserta para sahabat mampu membuka tabir kegelapan, menghapus betuk-bentuk kesyirikan, perbudakan, penindasan, kemiskinan, monopoli perdagangan, dan berbagai macam bentuk ketidak adilan. Pelajaran tauhid yang telah ditanamkan oleh nabi Muhammad saw, terbukti telah berhasil membentuk karakter para sahabat sebagai sosok yang mempunyai jiwa sosial yang tinggi.

Tujuan dan metode merupakan faktor terpenting dalam melakukan pendidikan, seperti yang telah dikemukakan oleh Koiron Rosyadi bahwa dalam proses Pendidikan Islam, metode mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam mancapai tujuan. Antara metode, kurikulum, tujuan Pendidikan Islam mengandung relevansi ideal dan oprasional dalam proses kependidikan (Rosyadi, 2004: 212). Sebab, setiap orang yang bergelut dibidang pendidikan pasti menyadari pentingnya metode yang selayaknya dikuasai oleh calon pendidik sesuai apa yang diungkapkan oleh M. Yunus الطَّريْقَةُاَهَمُّمِنَالْمَادََّةِ metode lebih penting dari materi" (Arsyad, 2003: 66). Idealnya nilai-nilai yang terkandung di dalam Tauhid harus menjadi dasar dalam kehidupan sosial, mengingat bahwa Tauhid Sosial sebagai dimensi sosial dari Tauhidullah. Hal ini dimaksudkan agar Tauhid ilahiyah dan tauhid rububiyah yang sudah tertanam dalam diri seorang muslim dan muslimat, bisa diejowantahkan kedalam dataran pergaulan sosial, realitas sosial, secara konkrit.

maka perlu metode yang cocok dalam menanamkan tauhid.kepada peserta didik/masyarakat.

di tulis oleh Immawan Luqman Novianto. (Pemuda Masjid Tanwir Komplek UMM)

0 Responses to “Metode lebih penting dari materi”: