VALENTINE’S DAY : HARAM
Cinta Kasih Berkedok
Ajaran Tuhan Yang Merusak Akidah Umat Islam[1]
Ada satu fenomena menarik di kalangan masyarakat kita, khususnya pada bulan Februari. Ada pemandangan yang khas di
berbagai media massa, mal-mal, pusat-pusat hiburan. Tidak sedikit sarana dan media publik berlomba
menarik perhatian para remaja dengan menggelar pesta perayaan yang tak jarang
berlangsung hingga larut malam bahkan hingga dini hari. Semua pesta tersebut
bermuara pada satu hal yaitu Valentine's Day. Biasanya mereka saling
mengucapkan "selamat hari Valentine", berkirim kartu dan
bunga, saling bertukar pasangan, saling curhat, menyatakan sayang atau cinta.
Sejarah Valentine’s
Day
Tentang asal usul valentine’s day The Catholic Enciclopedia
for School and Home (New York, May 14, 1965) menjelaskan sedikitnya tiga versi
berikut; Pertama, seorang pendeta
bernama valentine yang hidup pada akhir abad ke-4 M, di bawah kekuasaan kaisar
romawi cladius II. Tepatnya pada tanggal 14 pebruari dijatuhi hukuman mati oleh
kaisar. Pasalnya, sang pendeta membangkang perintah kaisar. Perintah apa
gerangan? Kaisar mengetahui bahwa dengan diam-diam pendeta valentine
menyebarkan agama kristen. Versi inilah yang paling populer di dalam literature-literature
Kristen. Kedua, bahwa Kaisar Caludius berkeyakinan bahwa tentara-tentara
yang masih lajang, mempunyai semangat dan militansi yang jauh lebih besar dari
mereka yang sudah beristri. Atas dasar itulah, Kaisar mengeluarkan ultimatum yang
berisi larangan penyelenggaraan perkawinan. Namun kenyataannya pendeta
Valentine melanggar maklumat Kaisar dan dengan diam-diam dia menikahkan orang
di gereja. Kegiatan terselubung itu akhirnya tercium oleh Kaisar. Sang pendeta
pun di penjarakan.
Di dalam penjara, pendeta Valentine berkenalan dengan
seorang wanita yang kala itu sedang menderita sakit. Wanita tersebut, atas permintaan ayahnya yang tidak lain
adalah salah seorang penjaga rumah penjara, disembuhkan berkat pengobatan sang
pendeta. Diam-diam terjalinlah hubungan asmara antara wanita itu dan pendeta.
Atas dasar ini Pendeta tersebut divonis hukuman mati. Sebelum pendeta Valentine
menjalankan hukuman mati, dia sempat berkirim sebuah kartu yang bertuliskan
”Dari Valentine Yang Setia” kepada si jantung hati. Hal ini terjadi setelah si
wanita berhasil mengkristenkan 46 orang anggota keluarganya.
Ketiga, versi yang menerangkan bahwa ketika
agama kristen mulai tersebar di Eropa, sebuah tradisi romawi baru berkembang di
kalangan muda-mudi. Pada setiap tengah bulan Febuari, mereka melakukan
pertemuan bersama. Ditulisnya nama-nama gadis dari kampung mereka,
masing-masing pada secarik kertas, lalu dimasukkan ke dalam kotak.
Pemuda-pemuda kampung, secara bergiliran mengambil secarik kertas dan gadis
yang namanya tertera dalam kertas, akan menjadi kekasihnya sepanjang tahun.
Sang pemuda akan segera mengirim kartu kepada gadis yang menjadi kekasihnya
dengan tulisan “Atas nama Para Dewi, Aku Kirimkan Kepadamu Kartu Ini”.
Dan terjalinlah hubungan kasih sayang antara keduanya hiangga akhir tahun.
Para pendeta keristen menilai, bahwa tradisi seperti ini
akan menguatkan kepercayaan romawi, dan akan menjadi pekerjaan yang sulit untuk
menghilangkannya. Maka, mereka memutuskan –dari pada menghapus tradisi
itu--akan lebih baik jika redaksi ungkapan cinta kasih “Atas Nama Para Dewi”
itu akan diganti dengan “Atas Nama Pendeta Valentine”. Karena dalam
pandangan para pendeta, redaksi tersebut mewakili simbol agama kristen, dan
dengan demikian mereka telah berhasil mempertalikan para muda-mudi dengan
ajaran kristen.
Belakangan, peringatan “hari cinta kasih” itu di hiasi
dengan kartu yang berilustrasi seorang bayi bersayap mengelilingi gambar
jantung, sementera di sisi lain sebuah anak panah tertuju kepadanya. Inilah
yang dianggap sebagai Dewa Cinta.[3]
Valentine’s
Day sebagai Produk Kesyirikan (Paganisme)
Berdasarkan historical background yang diterangkan dalam Ensiklopedi
Katolik tersebut, Valentine’s Day
sejatinya bersumber dari paganisme orang musyrik, penyembahan berhala dan penghormatan
kepada pastor. Bahkan tak ada kaitannya dengan “kasih sayang” yang
digemakan oleh Islam kita. Lalu kenapa kita masih juga menyambut Hari
Valentine? Adakah ia merupakan hari yang istimewa? Bila demikian, berarti
perayaan hari Valentine oleh sebagian saudara-saudara kita menjadi
bukti kongkret betapa sebagian generasi kita telah membeo tanpa ilmu
pengetahuan, ikut-ikutan mengekor budaya Barat dan acara ritual agama lain. Fakta
inilah yang diisyaratkan oleh Rasulullah ’alaihissalam berikut ini :
لتتبعن سنن من كان قبلكم شبرا بشبر وذراعا بذراع
حتى لو دخلوا جحر ضب لاتّبعتموهم . قلنا
يا رسول الله اليهود والنصارى ؟ قال: فمن !
Sungguh
kalian akan mengikuti jalan orang-orang sebelum kalian, sejengkal demi
sejengkal, sehasta demi sehasta, sampai seandainya mereka masuk ke dalam lubang
biawak pun kalian mengikutinya. Kami (para Sahabat) bertanya, “wahai
Rasulullah, (apakah yang Engkau maksud itu Yahudi dan Nasrani?”. Beliau
menjawab :”Siapa lagi?! (HR Bukhari)
Tidak berbeda dengan apa
yang diriwayatkan oleh Abu Waqid radliallahu ‘anhu berikut; ketika Rasulullah ‘alaihissalam keluar
menuju perang Khaibar, beliau melewati sebuah pohon milik orang-orang musyrik
yang disebut Dzatu Anwath. Biasanya untuk menggantungkan senjata. Para
sahabat meminta, “Wahai Rasulullah, buatkan untuk kami Dzatu Anwath,
sebagaimana mereka mempunyai Dzatu Anwath!.” Maka Rasulullah alaihissalam
bersabda, “Maha Suci Allah, ini seperti yang diucapkan kaum Nabi Musa,
‘Buatkan untuk kami tuhan sebagaimana mereka mempunyai tuhan-tuhan.’ Demi Dzat
yang jiwaku di tangan-Nya, sungguh kalian akan mengikuti kebiasaan orang-orang
yang ada sebelum kalian.” (HR.At-Tirmidzi, ia berkata, hasan shahih).[4]
Catatan
Prinsip atas Perayaan Valentine’s Day
Menganggapi
sikap sebagian umat kita yang terpedaya dengan budaya ini, perlu kami sampaikan
beberapa catatan kritis berikut : Pertama, Valentine’s Day melecehkan kesucian ajaran
Islam. Islam mengajarkan sikap kasih-sayang sesama. Bahkan Islam dinyatakan
oleh Allah ta’ala sebagai rahmatan lil-’alamien, menebarkan kasih
kepada semesta alam setiap saat, di manapun kita berada. Tidak memerlukan
simbolisasi tertentu dan waktu tertentu pula. Derasnya gelombang serbuan budaya
Barat (Westernisasi) yang cenderung bebas nilai dan sarat propaganda “cinta
kasih berkedok ajaran tuhan”, secara eksplisit merendahkan ajaran Islam yang
luhur, karena jelas Valentine Day tidak lain merupakan upaya untuk mengabadikan
prilaku aneh seorang Pendeta Valentine. Allah berfirman :
ولا تقف ما ليس لك به علم
إن السمع والبصر والفؤاد كل أولئك كان عنه مسؤولا
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak punya pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan
hati itu akan diminta pertanggungjawaban.” (Al-Isra’ : 36)
والذين كفروا
أعمالهم كسراب بقيعة يحسبه الظمآن ماءً حتى إذا جاءه لم يجده شيئا ووجد اللهَ عنده
فوفَّاه حسابَه والله سريع الحساب
“Dan orang-orang kafir,
amal-amal mereka laksana fatamorgana di tanah yang datar, yang disangka air
oleh orang-orang yang dahaga, tetapi bila didatanginya air itu dia tidak mendapatinya
sesuatu apapun. Dan didapatinya (ketetapan) Allah di sisinya, lalu Allah
memberikan kepadanya perhitungan amal-amal dengan cukup dan Allah adalah sangat
cepat perhitunganNya.” (An-Nur
: 39)
Kedua, meskipun terdapat
beberapa versi , literatur-literatur Kristiani mencatat bahwa Valentine’s Day
bersumber pada mitos jahiliyah Romawi dan Athena diteruskan oleh gereja menjadi
sistem keyakinan yang dirayakan dengan cara tertentu. Perayaan Valentine’s Day yang dilakukan oleh
sebagian umat kita dari berbagai kalangan, lambat laun akan menggiring mereka
kepada tertanamnya satu keyakinan sinkretisme ajaran dan penyatuan doktrin
keagamaan, yang semakin mengokohkan ‘agama baru’ : Pluralisme Agama.
Pluralisme Agama mengklaim semua agama, yang teistik maupun yang non-teistik dapat
dianggap sebagai “ruang-ruang” soteriologis (soteriological spaces) atau
“jalan-jalan” soteriologis (soteriological ways) yang padanya manusia
bisa mendapatkan keselamatan/ kebebasan dan pencerahan. Semuanya valid, karena
pada dasarnya semuanya sama-sama merupakan bentuk-bentuk respon otentik yang
berbeda dan beragam terhadap Hakekat ketuhanan (The Real) yang sama dan
transenden.
Ketiga, meneguhkan dan mempropagandakan semangat hidup yang hedonis, dan
berorientasi pemuasan hawa nafsu. Umumnya perayaan semacam ini sarat dengan
pola hidup yang hura-hura, bertukar pasangan dan kekasih yang dimimpikan
sebagai wasilah untuk mengekspresikan rasa kasih dan sayang sesama. Di Amerika Serikat dan beberapa negara Barat, sebuah
kencan pada hari Valentine sering ditafsirkan sebagai permulaan dari suatu
hubungan yang serius. Ini membuat perayaan Valentine di sana lebih bersifat
‘dating’ yang sering di akhiri dengan tidur bareng (perzinaan) ketimbang
pengungkapan rasa kasih sayang dari anak ke orangtua, ke guru, dan sebagainya
yang tulus dan tidak disertai kontak fisik. Inilah sesungguhnya esensi dari
Valentine Day.
Perayaan Valentine Day di negara-negara
Barat umumnya dipersepsikan sebagai hari di mana pasangan-pasangan kencan boleh
melakukan apa saja, sesuatu yang lumrah di negara-negara Barat, sepanjang malam
itu. Malah di berbagai hotel diselenggarakan aneka lomba dan acara yang
berakhir di masing-masing kamar yang diisi sepasang manusia berlainan jenis.
Ini yang dianggap wajar, belum lagi party-party yang lebih bersifat
tertutup dan menjijikan. Perhatikan ayat berikut ini :
أَفَرَأَيْتَ مَنِ اتَّخَذَ إِلَهَهُ هَوَاهُ وَأَضَلَّهُ اللَّهُ عَلَى
عِلْمٍ وَخَتَمَ عَلَى سَمْعِهِ وَقَلْبِهِ وَجَعَلَ عَلَى بَصَرِهِ غِشَاوَةً
فَمَنْ يَهْدِيهِ مِنْ بَعْدِ اللَّهِ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ
“Maka pernahkah kamu
melihat orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai tuhannya, dan Allah
membiarkannya sesat berdasarkan ilmu-Nya dan Allah telah mengunci mati
pendengaran dan hatinya dan meletakkan tutupan atas penglihatannya? Maka siapakah yang
akan memberinya petunjuk sesudah Allah (membiarkannya sesat). Maka mengapa kamu
tidak mengambil pelajaran?”(Al-Jatsiyah : 23).
Perayaan Valentine’s
Day : HARAM
Tiga
catatan mendasar atas fakta perayaan Valentine’s Day setidaknya memberikan
pandangan yang jelas, tegas dan utuh dalam diri kita sebagai seorang muslim.
Beberapa Ulama terkemuka di dunia Islam memberikan penjelasan sebagai berikut.
Tentang perayaan ritual orang-orang
kafir, Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jawziyah rahimahullah menyatakan : “Memberi
selamat atas acara ritual orang kafir yang khusus bagi mereka, telah disepakati
bahwa perbuatan tersebut haram. Semisal memberi selamat atas hari raya dan
puasa mereka, dengan mengucapkan, “Selamat hari raya!” dan sejenisnya. Bagi
yang mengucapkannya, kalau pun tidak sampai pada kekafiran, paling tidak itu
merupakan perbuatan haram. Berarti ia telah memberi selamat atas perbuatan
mereka yang menyekutukan Allah. Bahkan perbuatan tersebut lebih besar dosanya
di sisi Allah dan lebih dimurkai dari pada memberi selamat atas perbuatan minum
khamar atau membunuh. Banyak orang yang kurang mengerti agama terjerumus dalam
suatu perbuatan tanpa menyadari buruknya perbuatan tersebut. Seperti orang yang
memberi selamat kepada orang lain atas perbuatan maksiat, bid’ah atau kekufuran
maka ia telah menyiapkan diri untuk mendapatkan kemarahan dan kemurkaan Allah.”
Ketua Lajnah Da’imah Li
al-Ifta’ (Lembaga Fatwa Kerajaan Arab Saudi), Abdul Aziz bin Abdullah bin
Muhammad Alus Syaikh hafizhahullah menjelaskan demikian; ”...bahwa telah
ditunjukkan berdasarkan dalil-dalil yang jelas dari Al-Kitab dan As-sunnah, dan
telah sepakat umat ini atasnya, bahwa hari raya di dalam Islam hanyalah dua:
yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Adapun selain keduanya dari berbagai perayaan
apakah yang berhubungan dengan seseorang, sekelompok orang, atau satu kejadian,
atau dengan makna apa saja, maka itu merupakan perayaan-perayaan yang bid’ah,
tidak boleh bagi Kaum Muslimin melakukannya, menyetujuinya, dan menampakkan
kegembiraan dengannya, atau membantunya dengan sesuatu. Sebab hal tersebut
termasuk ke dalam sikap melanggar batasan-batasan Allah, dan barangsiapa yang
melanggar batasan-batasan Allah Subhanahu Wa Ta’ala, maka sungguh dia
telah menzhalimi dirinya sendiri. Apabila perayaan yang diada-adakan tersebut
berasal dari perayaan orang-orang kafir, maka ini berarti dosa di atas dosa,
sebab menyerupai mereka, dan itu merupakan bentuk loyalitasnya kepada mereka.
Dan sungguh Allah Subhanahu Wa Ta’ala telah melarang Kaum Mukminin
menyerupai mereka dan bersikap loyal kepada mereka dalam kitab-Nya yang agung.
Dan telah shahih dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bahwa beliau
bersabda: ” Barangsiapa yang menyerupai satu kaum,maka dia termasuk mereka
“(HR.Abu Dawud dari Abdullah bin Umar).”[5]
”Hari kasih sayang termasuk diantara jenis perayaan yang
disebutkan, sebab ia termasuk di antara perayaan berhala Nashrani. Maka
tidak halal bagi seorang muslim yang beriman kepada Allah Subhanahu Wa
Ta’ala dan hari akhir melakukannya, atau menyetujuinya, atau mengucapkan
selamat, namun yang wajib adalah meninggalkannya dan menjauhinya, sebagai wujud
menjawab panggilan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan Rasul-Nya Shallallahu
‘Alaihi Wasallam, dan menjauhkan diri dari berbagai sebab yang mendatangkan
kemurkaan Allah Subhanahu Wa Ta’ala dan siksaan-Nya. Sebagaimana pula
diharamkan atas seorang muslim membantu perayaan tersebut, atau yang lainnya
dari berbagai perayaan yang diharamkan, dengan jenis apapun, baik berupa
makanan, minuman, menjual, membeli, membuat, hadiah, saling berkirim surat,
atau pemberitahuan, atau yang lainnya. Sebab itu semua termasuk ke dalam sikap
saling tolong menolong di atas dosa dan permusuhan, dan kemaksiatan kepada
Allah dan rasul-Nya. Dan Allah Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:
وتعاونوا على
البر والتقوى ولا تعاونوا على الإثم والعدوان واتقوا الله إن الله شديد العقاب
” Dan
tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan
tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada
Allah, Sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ”
(QS.Al-Maidah : 2)
Wajib atas seorang muslim berpegang teguh dengan
Kitabullah dan As-Sunnah dalam setiap keadaannya, terlebih lagi pada
waktu-waktu terjadinya fitnah dan banyak terjadi kerusakan. Dan hendaklah seseorang
mengerti dan berhati-hati dari terjatuh ke dalam berbagai kesesatan orang-orang
yang dimurkai dan orang-orang yang sesat yang fasiq yang yang tidak percaya
akan kebesaran Allah, dan mememiliki peduli terhadap Islam. Wajib atas setiap
muslim untuk berlindung kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala dengan memohon
hidayah kepada-Nya, dan kokoh di atas agamanya, karena tidak ada yang dapat
memberi hidayah kecuali Allah, dan tidak ada yang dapat memberi kekokohan
kecuali Dia Subhanahu Wa Ta’ala. Dan hanya kepada Allah kita meminta
taufiq. Shalawat dan salam atas Nabi kita Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
keluarganya, dan para shahabatnya.[6]
Syaikh Muhammad Bin Shaleh Al-’Utsaimin rahimahullah menegaskan haramnya perayaan Valentine’s Day
dengan beberapa alasan berikut; pertama, bahwa itu merupakan perayaan bid’ah
yang tidak ada asalnya dalam syari’at Islam; kedua, menjerumuskan kepada
cinta buta dan kerinduan (kepada lawan jenis bukan mahram); ketiga, menjerumuskan kepada sibuknya hati dalam
urusan-urusan hina, yang menyelisihi bimbingan salafus shalih. Dengan
demikian, tidak dihalalkan pada hari ini menunjukkan sesuatu yang mengagungkan perayaan
tersebut, baik dalam hal makanan, minuman, pakaian, ataupun dengan saling
memberi hadiah, atau yang lainnya. Wajib bagi seorang muslim untuk merasa mulia
dengan agamanya dan jangan sampai menjadi seorang yang tidak punya pegangan,
mengikuti setiap orang yangmempropagandakan kebathilan. Semoga Allah Subhanahu
Wa Ta’ala melindungi Kaum Muslimin dari segala fitnah yang zhahir maupun
yang batin. Semoga pula Allah Subhanahu Wa Ta’ala senantiasa menolong
kita dengan pertolongan dan taufiqNya.[7]
[2] Anggota Majelis Tabligh
dan Dakwah Khusus Pimpinan Pusat Muhammadiyah,
Periode : 2005-2010 / Mudir Lembaga
Bahasa Arab “Ma’had Ali Bin Abi Thalib” Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
[3] Majalah Arana
Perbandingan Agama dan Pembinaan Muallaf, Edisi : No. 03/TH.I/17 Pebruari – 17
Maret 2005, hal. 14-17
2180 - حدثنا سعيد بن عبد الرحمن المخزومي حدثنا سفيان عن الزهري
عن سنان بن أبي سنان عن أبي واقد الليثي : أن رسول الله صلى الله عليه وسلم لما
خرج إلى خيبر مر بشجرة للمشركين يقال لها ذات أنواط يعلقون عليها أسلحتهم فقالوا
يا رسول الله أجعل لنا ذات أنوط كما لهم ذات أنواط فقال النبي صلى الله عليه وسلم
سبحان الله هذا كما قال قوم موسى اجعل لنا إلها كما لهم آلهة والذي نفسي بيده
لتركبن سنة من كان قبلكم"/
قال أبو عيسى هذا حديث حسن صحيح. و أبو واقد الليثي اسمه الحرث
بن عوف وفي الباب عن أبي سعيد و أبي هريرة. قال الشيخ الألباني : صحيح (المكتبة الشاملة)
4031 حدثنا عثمان بن أبي
شيبة ثنا أبو النضر ثنا عبد الرحمن بن ثابت ثنا حسان بن عطية عن أبي منيب الجرشي
عن ابن عمر قال : قال رسول الله صلى
الله عليه وسلم " من تشبه بقوم فهو منهم " . /
قال الشيخ الألباني : حسن صحيح

0 Responses to “VALENTINE’S DAY : HARAM”:
Posting Komentar